"...mosok para rama durung nganti mlebu ruang sakristi tapi para siswane wis membubarkan diri meninggalkan area misa..."
Mungkin ini bukan yang melatar belakangi alumni pertama yang membuat thread soal "tidak malu" namun menurut saya kedua thread ini berhubungan. Kenapa? Karena dalam sopan santun atau dalam tradisi misa yang pernah saya ikuti kita sebaiknya menunggu pastur/romo pemimpin misa memasuki ruang sakristi baru setelah itu kita bisa meninggalkan area tempat misa. Mungkin hal seperti ini tidak pernah dipermasalahkan cuma mungkin secara sopan santun dari pribadi kita sebagai penghargaan kepada pemimpin ekaristi atau pastur/romo yang telah bersedia memimpin ekaristi untuk kita. Apalagi kita sebagai keluarga dari SMA kolese De Britto yang sering meneriakkan slogan "Tidak takut, tidak malu, tidak malas!", bukan berarti "Rai Gedheg" seperti yang diungkapkan oleh salah seorang alumni diatas. Apalagi hal itu dilakukan oleh para siswa De Britto yang masih sekolah disana dan baru saja menjalani inisiasi. Jadi apakah inisiasi mereka tidak diperkenalkan dan diberi tahu tentang slogan "Tidak takut, tidak malu, tidak malas!" sampai kejadian ini terjadi? Saya rasa para siswa dalam inisisasi tentu saja diajarkn tentang slogan itu seperti pada inisiasi yang saya ikuti dulu dan inisiasi pada tahun-tahun yang lain. Lalu kenapa bisa itu terjadi? Yah kembali pada thread awal tentang sampai mana pemahaman kita semua yang mengenal slogan itu tentang batas "tidak malu". Kalau dalam kejadian misa tersebut saya beranggapan yang terjadi adalah "Rai Gedheg" yang sebenarnya lebih ke rasa untuk menghargai orang lain terutama orang yang lebih tua. Belakangan saya banyak melihat tentang anak muda yang kurang bisa bersopan santun terhadap orang yang lebih tua. Mungkin hal ini juga yang mulai "menjangkiti" beberapa siswa De Britto. Untuk saya pribadi "Tidak Malu" sendiri tidak bisa kita batasi atau generalisasi harus dibatasi sampai mana batasan tidak malunya, antara seorang dengan orang lain tentu saja bisa berbeda batasannya. Hal itu bisa karena pengaruh lingkungan, pekerjaan, serta orang-orang disekitarnya. Saya kembali teringat sewaktu inisiasi tentang slogan "Tidak takut, tidak malu, tidak malas!" diatas, bahwa pada intinya semua harus mengarah pada hal positif disertai dengan tindakan nyata. Semua batasan kembali pada kita masing-masing bagaimana kita tetap menjaga dan melaksanakan slogan itu tentunya pada arah yang positif. Sebenarnya tidak hanya pada "tidak malu namun juga pada "Tidak Takut" dan "Tidak malas". Pertanyaan untuk saya sendiri "Apakah saya telah bisa melaksanakan slogan "Tidak takut, tidak malu, tidak malas!" diatas?". Menurut saya pribadi saya belum bisa secara 100% melaksanakannya, saya masih belajar untuk menerapkannya dalam hidup saya. Berarti belum melakukan slogan itu sama sekali dong? Ya bukan sama sekali saya tidak melakukannya namun saya belajar dengan melakukannya istilah kerennya "Learning by Doing", yah mungkin saya baru sebagian kecil menerapkannya dalam hidup saya, namun bukankah dari hal yang kecil akan muncul hal yang besar. :)
Sumber gambar : http://debritto.sch.id/images/photo/13.jpg