Pages

Wednesday 26 September 2012

"X+1"nya Mr. Samino



Mr. Samino atau Mr. Sam nama yang bagi kami alumni dan siswa-siswa SMA De Britto pasti tidak asing. Begitu mendengar namanya pasti langsung terlintas dipikiran tentang seorang guru yang sederhana dan selalu tersenyum kepada siapa saja yang ditemuinya. Beliau guru yang sangat sederhana seperti halnya guru-guru di desa-desa yang sering kita lihat di tv, dengan penampilan berkemeja biasa saja namun terlihat rapi. Dengan rambutnya yang mulai terkikis(botak) dan beliau selalu berusaha menutupi itu dengan menyisir rambutnya sedemikian rupa namun sepertinya cara itu gagal menutupinya karena tetap saja terlihat. Seorang guru yang memiliki cara komunikasi dengan para siswanya yang menurut saya sangat unik dan sangat langka untuk ditemui.

Mr. Samino apakah beliau guru bahasa inggris sehingga dipanggil "Mister"? Oh bukan, beliau adalah guru yang mengampu mata pelajaran sejarah dan antropologi di sekolah kami. Dalam mengajar beliau selalu menggunakan cara yang unik diluar dugaan kami, beliau selalu memunculkan analogi-analogi yang menurut kami sangat kocak dan lucu dalam penyampaian materi mengajarnya. Namun dengan cara itu juga malah membuat materi pelajaran bisa kami terima dengan baik. Seperti contohnya tentang sebuah analogi kemerdekaan bangsa kita yang beliau gambarakan bahwa seperti orang mau mencuri buah mangga tetangganya. Beliau mengambil contoh beberapa orang teman saya dengan berkata demikian, " Kae si wong gunung kae sing menek uwite, terus kae sing wong ndeso kae sing nunggu nang ngisore nampani pelem, terus kae anake doktere kae sing ngawasi karo ngipasi menyan (Itu orang gunung yang panjat pohonnya, lalu orang kampung itu yang jaga dibawah buat tangkap mangganya, lalu tu anak dokter itu yang ngawasi dan ngipasin kemenyan)."

Kami semua terdiam heran mendengar perumpamaan beliau tersebut, entah cuma saya atau yang lain juga heran dengan adanya "ngipasin kemenyan" dalam analogi beliau tersebut. Lalu tak lama setelah kami kebingungan ada salah satu dari kami yang nylekop, "Kok nganggo ngipasi menyan barang nggo ngopo pak? (Kok pake ngipasin kemenyan segala buat apa pak?)". Beliau dengan senyum khasnya yang lebar menjawab, "Hehehe, woo lah iyo ben sing duwe pelem kui kambonan menyan terus wedi dikirone nek ono suoro krusek-krusek ben dikiro setan (Hehehe, woo lah iya biar yang punya mangga kebauan kemenyan terus ketakutan kalau ada suara krusek-krusek biar dikira hantu)."

Mendengar penjelasan beliau tersebut berbagai reaksi dari kami muncul secara hampir bersamaan, ada yang geleng kepala, ada yang tepok jidat, ada yang komentar "Ra mutu pak!". Namun dari komunikasi unik itulah banyak materi pelajaran yang menjadi mudah kami ingat, bahkan kami ingat sampai sekarang setelah bertahun-tahun kami lulus. Beliau juga sering menjadi wali kelas, dan kelas dimana beliau menjadi wali kelasnya dijamin 100% naik kelas atau lulus semua. "Itu sudah biasa aja kali."Mungkin itu pendapat yang akan dari teman-teman semua yang dari sekolah lain. Kenapa bisa begitu? Di sekolah kami De Britto saat-saat naik kelas adalah hal yang paling sangat menegangkan dan sangat mendebarkan, bisa lebih menegangkan daripada saat nyepep (nonton bokep) dan lebih mendebarkan dari saat menonton film horor. Ya di sekolah kami terkenal dengan budaya rame-rame tidak naik kelas. Bisa dibilang jumlahnya fantastis dalam 1 angkatan angka ketidak naik kelasan tersebut. Dari 1 angkatan saja yang tidak naik kelas bisa dikumpulkan menjadi 1 kelas sendiri dari 6 kelas pararel dengan jumlah siswa perkelasnya 40-an siswa. Itu saja sudah dikurangi yang dikeluarkan. Wah kenapa banyak begitu? Pasti siswanya goblog-goblog ya? Bisa jadi mungkin benar tanggapan seperti itu, tetapi dari proses penerimaan siswa De Britto sendiri jika teman-teman tahu bagaimana ketatnya proses seleksi dan tes masuk siswa pasti akan berpikir lain. Lalu kenapa bisa jumlah yang tidak naik kelas begitu banyak? Ya itu seperti yang sudah saya bahas pada tulisan saya yang lain di sini.

Lalu bagaimana Mr. Samino bisa selalu menjadi wali kelas yang sukses dengan 100% kenaikan dan kelulusan siswanya? Mr. Samino atau pak Samino itu punya trik tersendiri, bisa dibilang beliau sangat perhatian dengan anak-anak dikelasnya.  Bagi siswa-siswa yang nilai rata-ratanya berada dibawah nilai  minimal pasti mendapat kunjungan "istimewa" beliau. Setiap jam belajar malam pada umumnya jam 19.00 sampai jam 21.000, siswa yang nilainya dibawah nilai minimal tersebut dijamin tidak akan bisa pergi dari tempat tinggalnya atau kosnya karena pak Samino pasti sudah menunggu didepan rumah atau kos mereka untuk memastikan siswa tersebut tidak pergi dan ada di rumah atau kos untuk belajar. Bahkan dengan alasan mau cari makan pun beliau tidak akan mengijinkan siswa tersebut untuk pergi sebelum belajar. Yah dengan cara begitu siswa tersebut mau tidak mau tetap harus belajar dulu meskipun lapar melilit. Itulah trik Mr. Samino yang melegenda dengan cara komunikasi yang uniknya dan 100% kenaikan kelas dan kelulusan siswa dari kelasnya.

Pasti banyak yang bertanya hubungannya dengan "X+1"nya Mr. Samino apa? "X+1" yang diajarkan Mr. Samino kepada kami mempunyai maksud  X itu individu atau seseorang sedangkan +1 itu adalah kelebihan yang berguna bagi orang lain dan itu pasti dimiliki oleh setiap orang, jadi "X+1" itu mengajarkan kepada kita kalau seseorang sebisa mungkin jadilah diri sendiri dan miliki kelebihan yang berguna bagi orang lain baik itu secara langsug maupun tidak langsung.

Yah itulah Mr. Some I Know (Samino) dengan X+1 beliau

Sumber Gambar dari : http://aakuntoa.wordpress.com/2011/11/25/guru-samino/

Thursday 20 September 2012

Refleksi dari Kisah 3 Pria Berjanggut

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut”.

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?”

Wanita itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar”.

“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali”, kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini”.

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.

“Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama”, kata pria itu hampir bersamaan.

“Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seseorang pria itu berkata, “Nama dia Kekayaan,” katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, “sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu.”

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. “Ohho…menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, “Sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita.”

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. “Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang.”

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. “Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita.”

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. “Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.”

Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.

“Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?”

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. “Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini.”

Refleksi kecil:
Banyak Orang tenggelam dalam kesibukkan dalam bekerja setiap harinya, terkadang memaksa kemampuan diri melebihi batas maksimum. Bahkan bekerja 7hari dalam semingu, bahkan ada yang 24 jam sehari  selama seminggu full atau seperti slogan sebuah restoran cepat saji yang terkenal 24/7.

Semua orang lakukan untuk mencapai kesuksesan dan  kekayaan yang mereka inginkan. Banyak yang dikorbankan untuk itu semua, memang sebuah keberhasilan memerlukan pengorbanan. Bahkan sering terjadi keluarga menjadi korbannya, bisa dikatakan ironis karena sesungguhnya kita ingin mencapai kesuksesan dan kekayaan itu untuk keluarga kita untuk orang-orang yang kita cintai. Namun terkadang karena itu pula keluarga menjadi hancur. Bukan itu saja, terkadang malah kita melupakan kebutuhan rohani untuk kita sendiri, waktu untuk keluarga.

Seperti kisah diatas kasih sayang sangat penting untuk kita bisa mencapai kesuksesan serta sita-cita yang kita impikan, terutama untuk keluarga kita. Meskipun terkadang hanya ada waktu sebentar untuk keluarga alangkah baiknya kita betul-betul memberikan waktu itu untuk keluarga sebagai bentuk kasih sayang kita kepada mereka. Jadikan waktu yang sedikit itu menjadi waktu yang sangat baik kualitasnya bagi kebersamaan kita dengan keluarga. Bagaimanapun juga kita tanpa dukungan kasih sayang keluarga akan susah mencapai apa yang kita cita-citakan.

Sebenarnya banyak terlintas dalam pikiran saya mengenai refleksi dari cerita diatas namun saya rasa kalau terlalu panjang mungkin orang akan malas membacanya, oleh karena itu saya rasa tulisan refleksi saya diatas cukup mewakili apa yang ada dipikiran saya.

Monday 17 September 2012

Pilpres Alumni De Britto 2012

Pilpres? Pemilihan Presiden Alumni ya? Iya, pemilihan presiden alumni atau ketua ikatan alumni JB(De Britto). Momen 3 tahunan kami kali ini bertepatan dengan hingar bingar pemilihan gubernur ibu kota Jakarta. Dalam pemilihan gubernur ibu kota para calon sibuk berkampanye dan berorasi membangun pencitraan diri untuk menarik simpati serta dukungan supaya mereka mendapat suara terbanyak sehingga bisa menjabat sebagai gubernur ibukota kita itu, namun para calon presiden alumni kami malah adem ayem tanpa kampanye, orasi kepada kami masyarakat alumni JB.
Berbeda dengan para politikus yang suka saling jegal dan sibuk membuat pencitraan diri yang bagus-bagus untuk mereka sendiri, para capres alumni kami ini malah saling dukung antara calon yang satu dengan yang lain. Mereka bukan membuat pencitraan untuk diri mereka sendiri namun malah menunjukkan calon lain lebih bagus dari dirinya sendiri. Lah kok bisa malah begitu? Saya juga kurang tahu kenapa mereka seperti itu. Mungkin juga mereka maju menjadi capres karena dijluntrungke(diajukan) oleh teman yang lain, atau mereka mungkin merasa belum mampu mengemban tugas sebagai presiden alumni JB. Memang tanggungjawab sebagai presiden alumni JB menurut saya sangat berat. Tugas utama presiden alumni JB adalah mampu menjaga kerukunan dan keakraban para alumni JB. Nah itulah yang paling berat, karena para alumni JB sendiri tersebar di seluruh dunia. Jadi mereka takut mengemban tanggung jawab itu? Apa karena itu juga mereka jadi saling dukung supaya calon yang lain saja yang terpilih? Menurut saya tidak seperti itu, saya rasa mereka hanya merasa belum pantas untuk mengemban tugas tersebut. Bila salah satu dari mereka terpilihpun saya yakin beliau pasti bisa mengemban tugas itu dengan baik selama 3 tahun ke depan.
Pilpres alumni JB 2012 ini terasa lebih istimewa dan memang ini pertama kalinya pilpres alumni kami secara online. Untuk pilpres sebelumnya memang cara pemilihannya cuma secara tertutup dan dihadiri oleh puluhan alumni saja. Namun tahun ini kami ingin ada perubahan dan perbedaan dalam pilpres supaya lebih terbuka yaitu dengan cara online. Hal ini juga mampu memfasilitasi para alumni yang berada dimana saja untuk ikut memilih presiden alumni sesuai dengan pilihan mereka.
Panitia pilpres membuat sebuah web khusus untuk pilpres kali ini, para alumni dihimbau untuk mendaftar  pada web tersebut supaya bisa mencoblos. Memang dari sistem ini masih sangat mungkin terjadi pendaftaran dengan account palsu dan banyak celah untuk kecurangan. Namun melihat dari pola kampanye para capres yang saling dukung satu dengan yang lain dan berdasar kesadaran kami masing-masing para masyarakat alumni JB, saya kira kecurangan itu sangat kecil kemungkinannya akan terjadi. Yah meskipun tidak dipungkiri bisa saja terjadi.
Proses pendaftaran pemilih sebenarnya telah berakhir kemarin 17 September 2012 dan hari ini 18 September 2012 mulai pemungutan suara, namun panitia memperpanjang masa pendaftaran pemilih hingga 21 September 2012. Untuk pengumuman hasilnya sendiri di website pilpres tertulis 25 September 2012.

Mungkin memang sistem pilpres online pertama ini belum sebagus yang diharapkan dan masih banyak celah juga yang bisa dipakai untuk kecurangan. Tapi saya salut dengan panitia pilpres yang berani melakukan terobosan baru dengan pilpres online alumni JB tahun ini. Semoga pilpres berikutnya sistemnya bisa lebih bagus dan siapa tahu ini menginspirasi pemerintah untuk melakukan  pemilu online.

Selamat memilih para manukers!!! One man for one vote!!! AMDG!!!

Sumber gambar:http://pilpres.debritto.net/

Saturday 15 September 2012

Gojek Kere

Gojek Kere? Apa itu? Gojeknya para kere? Atau Gojek yang ngawur asal gojek?
Mungkin itu pertanyaan yang muncul dalam benak teman-teman ketika membaca judul tulisan saya diatas. Gojek kere (gojek = bercanda) itu sebenarnya memang bisa dibilang bercanda dengan gaya kere, tapi kere disini bukan arti kere miskin bukan ya, namun gojek atau bercanda yang asal nyeplos yang bisa dibilang ga nyambung satu dengan yang lain.

Itulah yang sering terjadi diantara kami para manuk De Britto, seperti belakangan yang hangat diperbincangkan dalam topik group alumni sekolah kami itu. Malah kemarin ada yang memberinya judul "Gojek Kere Menuntut Keadilan", bagus juga judulnya. Menuntut keadilan? Maksudnya? Iya hal itu terjadi karena kemarin sempat ada sebuah thread di group yang di posting oleh salah seorang alumni yang menyinggung soal slogan "Tidak Takut, Tidak Malu, Tidak Malas" milik kami yang pernah juga saya singgung dalam tulisan saya sebelum ini.

Lah apa hubungannya gojek kere dengan menuntut keadilan dan thread itu apa? Hubungannya mereka baik-baik saja, hehehehehe  (bercanda). Ya hubungannya adalah dalam komentar-komentar di thread tersebut banyak sekali gojek kere didalamnya yang menanggapi soal thread tersebut. Malah thread tersebut bisa dibilang fenomenal dengan komentar terbanyak dengan gojek kere khas ala De Britto.
Lalu dimana menuntut keadilannya? Oke, kembali ke thread yang dibuat oleh salah seorang alumni yang saya sebut diatas dimana banyak komentar gojek kere. Nah pada suatu saat thread tersebut tiba-tiba hilang dari gorup, entah di hapus atau di delete oleh admin atau yang empunya thread itu sendiri kurang tahu. kemudian muncul berbagai macam reaksi terutama dari angkatan tahun tertentu. Mungkin seangkatan dengan yang empunya thread. Dari situ banyak yang menduga admin sewenang-sewenang, terus ada yang menyebut admin De Brittonya KW, dan masih banyak lagi.
Akhirnya si empunya thread menjelaskan kalau BB-nya baru di servis dan ketika beliau meminta salah satu OB-nya untuk menservis BB-nya ke teknisi tanpa sengaja FB di BB-nya tersebut masih belum di sign out dan beliau bilang si teknisi menghapus thread yang beliau buat di group alumni kami karena dianggap file-nya besar karena memang di thread beliau tersebut paling banyak komentarnya. Nah karena kejadian itulah terjadi kesalah pahaman kenapa thread dihapus, apa karena malu disindir soal slogan itu, dan masih banyak lagi. Para alumni menuntut orang yang menghausnya untuk mengaku dan meminta maaf. Meskipun sudah ada penjelasan oleh si empunya thread namun beberapa alumni masih saja kurang percaya dengan penjelasannya. Sampai sekarang pun debat dengan gojek kere khas De Britto. Loh kok khas ala De Britto? Lah iya wong kami alumni De Britto kok, kalo alumni sekolah lain ya jadi khas sekolah lain. hehehe.

Memang khasnya dimananya? Gojek kere kami memang jika yang belum terbiasa akan bingung jika membacanya atau mengikutinya. Kenapa bisa begitu? Memang gojek kere diantara kami buat orang lain mungkin bisa dibilang terlalu kasar dan sangat ngawur dan bahkan mungkin mlenceng jauh dari toik pembicaraan. Namun untuk diantara kami sendiri diantara para manukers(sebutan untuk anak De Britto dan alumninya) hal gojek dan bercandaan sekasar apapun sudah biasa bagi kami, konteks kami bercandaan sebenarnya bukan sebuah kesempatan untk saling hina dan menjatuhkan atau merendahkan, namun dari situ kami bisa menjadi lebih akrab satu dengan yang lain. Meskipun debat disertai gojek kere dan terlihat amburadul, namun jangan kira kami cuma asal ngawur dalam menulis komentar tanpa ada masukkan, istilahnya asal njeplak/ asal ngomong. Bukan gojek kere seperti itu yang kami lakukan, tetapi dalam gojek kere kami tetap saja terselip ide, kritik dan saran yang membangun.

Wednesday 5 September 2012

Jawa dan Cina Di De Britto, Rasis?

   
 "Wooo cen dasar jawa kowe ki, patute dadi batur! (Wooo emang dasar jawa kamu, pantesnya jadi babu!)".
    "Wooo cino kemlethek, ajar sisan kowe. Kono jogo toko, cino bodo cencang toko! (Wooo cina sok, kuhajar juga nanti. Sana jaga toko, cina bodoh diikat di toko!)."


Itu teriakkan yang terjadi antara 2 orang remaja lelaki yang pertama seorang remaja lelaki Tionghoa dan satunya lagi seorang remaja lelaki Jawa. Teriakkan atau kalimat seperti itu yang sering terdengar dalam lingkungan sekolah kami di SMA Kolese De Britto. Wah sekolah apaan itu kok rasisnya kelewat batas gitu?! Yah mungkin seperti itu kira-kira tanggapan orang kalau mendengar teriakkan dengan kalimat seperti diatas. Namun, bagi kami itu bukanlah wujud rasis. Bukan rasis gimana wong kayak gitu? Iya bukan rasis, bagi kami ini adalah sebuah wujud keakraban sesama kami. Baik itu chinese, jawa, sunda, batak, dayak, papua. Memang terkesan kasar, tapi rasis buat kami tidak berlaku, kami semua sama satu keluarga, keluarga SMA Kolese De Britto.

Ini salah satu hal yang saya dapati di De Britto yang sangat berbeda dengan lingkungan di luar. Di lingkungan kita sehari-hari terkadang kita jumpai adanya sebuah kenyataan yang bisa dibilang ekslusivitas antara orang pribumi dan orang Tionghoa. Banyak warga pribumi yang terkesan enggan bergaul dengan warga Tionghoa dan begitu juga sebaliknya. Hal ini dalam masyarakat kita seperti sudah mengakar dan bahkan bagi pribumi sudah tertanam dalam pikiran mereka "Anti Tionghoa". Kejadian pada kerusuhan tahun 1998 hal itu begitu terlihat jelas dimana banyak warga Tionghoa yang menjadi korban dan sasaran adalah warga Tionghoa. Orang-orang beranggapan bahwa warga Tionghoa lah penyebab krisis waktu itu atau mungkin itulah puncak dari "Anti Tionghoa" yang sudah terlanjur mengakar dan berubah menjadi kebencian masyarakat pribumi pada warga Tionghoa. Kenapa dalam masyarakat pribumi kita bisa tertanam pola pikir seperti itu? Malah dalam kasus kerusuhan saat itu hal itu menjadi terlihat sangat wajar, dan tindakan rasis "Anti Tionghoa" tersebut menjadi mendapat tempat yang biasa. Dari kejadian itupun perhatian yang muncul malah kebanyakan dari luar negeri seperti lembaga-lembaga HAM PBB dan juga lembaga-lembaga HAM internasional lainnya.
Kembali ke awal tentang 2 kalimat pertama yang saya tuliskan diatas. Bagaimana itu kalian bilang bukan rasis dan sebagai wujud keakraban? Semua kembali pada konteks dan cara pikir kita masing-masing (wedeh agak susah bahasanya, hehehe). Iya bagi kami kalimat atau kata-kata semacam itu bukanlah sebuah serangan atau wujud cemoohan satu dengan yang lain. Bukan cuma kalimat seperti diatas yang sering terlontar diantara kami sebagai wujud keakraban dan kedekatan satu sama lain, namun juga kata-kata makian yang sering orang lain gunakan untuk merendahkan orang lain malah kami gunakan untuk memuji keberhasilan orang lain. Kata makian untuk memuji orang lain? Gimana bisa? Yang benar sajalah seperti itu? Memang benar, kami memang seperti itu. Kami siswa De Britto diajarkan untuk memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang, tidak cuma di De Britto namun di sekolah Kolese lain pun sama seperti halnya di Kolese Loyola Semarang, Gonzaga Jakarta, Kanisius Jakarta, seminari Mertoyudan Muntilan, dan Kolese-kolese lain di Indonesia. Hal itu merupakan wujud dari pendidikan bebas kami yang sudah saya tuliskan di tulisan saya sebelumnya.

Kata makian atau cemoohan yang mungkin menurut orang lain merendahkan tapi bagi kami itu sebagai wujud keakraban dan wujud pujian satu sama lain, bukan sebagai suatu hal yang membatasi atau wujud kebencian. Malah dari hal itu kami menjadi lebih dekat satu dengan yang lain, menjadikan kami lebih akrab, menjadikan kami bisa lebih menghargai satu dengan yang lain sebagai suatu pribadi yang unik dari diri kami masing-masing. Menjadikan perbedaan diantara kami menjadi sebuah ragam yang saling melengkapi dan saling memberikan warna. hal itu pula yang membuat ikatan diantara kami bisa menjadi kuat dan muncul rasa rindu satu sama lain untuk berkumpul karena kami merasa sebagai sebuah keluarga tanpa memandang ras, suku, bangsa atau asal kami darimana.