“Ayo cepat!!!
Tangga jangan ada yang dilompati!!!”, diiringi decitan sol sepatu kets yang
berbahan karet bergesekkan dengan ubin lantai di lorong menuju aula. Nampak
siswa-siswa baru termasuk saya segera berlarian kearah aula untuk mengikuti
acara inisiasi di sekolah baru kami ini SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Sebuah
SMA swasta katolik yang siswanya cowok semua, serta menganut pendidikan bebas,
namun bertanggung jawab. Hal itu tejadi 10 tahun yang lalu. 10 tahun yang lalu?
Iya 10 tahun yang lalu dan sampai sekarang masih teringat cukup jelas dalam
pikiranku. Kejadian 10 tahun yang lalu itu tiba-tiba terlintas di dalam pikiran
saya beberapa minggu yang lalu ketika
saya menjemput siswa SMA pulang dari menjalani Masa Orientasi Siswa (MOS).
Di sekolah kami waktu
itu antara MOS dan inisiasi bukanlah sama, MOS dilaksanakan 3 hari pertama
sewaktu kami masuk sekolah. MOS dilakukan di pagi hari, kemudian sorenya kami
mengikuti seleksi untuk masuk tim inti beberapa ekstra kurikuler seperti sepak
bola, voli, dan tentu saja yang menjadi andalan sekolah kami yaitu basket. MOS
kami diperkenalkan dengan sekolah kami, mulai dari kegiatan yang ada disekolah,
profil sekolah, profil siswa, visi dan misi sekolah, termasuk lagu mars sekolah
kami yang sampai sekarang masih teringat jelas dalam ingatanku, dan kami para
alumni selalu menyannyikannya ketika kami berkumpul dalam sebuah acara khusus.
Setelah minggu
pertama selesai dengan MOS, minggu kedua dimulailah masa inisiasi yang dimulai
pada siang hari pukul 13.30, karena paginya kami tetap belajar namun jam
pelajaran dikurangi sehingga kami pulang pukul 11.30. Masa inisisai inilah kami
sering mendengar “Ayo cepat!!! Teman kalian menunggu itu!!!”, “Tangga jangan
dilompati!!! Kalau ketahuan dilompati balik dan ulang lagi!!!”, itulah dari sekian teriakkan yang sering kami
dengar waktu itu. Teriakan- teriakan tersebut disertai penampilan kakak kelas
kami yang cowok semua dengan rambut gondrong mereka lengkap dengan penampilan
sangar sempat membuatku ciut nyali.
Selama inisiasi
kami diberikan berbagai macam tugas yang sungguh sangat merepotkan, mulai dari
pembuatan atribut untuk nama kami yang berbentuk perisai segi 5 yang terdiri
dari beberapa warna yang ditempel satu dengan yang lain yang setiap warna
memiliki ukuran masing-masing. Seprit misalnya ukuran sisi terluar dihitung
dari berpa jumlah lampu diruang guru ditambah jumlah lampu diruang perpustakaan
dikurangi jumlah lampu ditaman. Kemudian perisai tersebut diikat dengan karet
yang nantinya supaya bisa dipakai di dada. Jumlah karet juga ditentukan juga
seperti halnya ukuran perisai seperti jumlah meja diruang perpustakaan
dikurangi jumlah lampu diruang piala. Seperti itu kira-kira penentuan jumlah
dan ukuran yang harus kami buat. Teka teki untuk petunjuk ukuran serta barang
apa saja yang harus kami bawa kami dapatkan di papan pengumuman pada hari sabtu
sebelum kami memulai inisisasi pada hari senin minggu berikutnya. Setelah
mencari jawaban utnuk ukuran atribut yang harus kami buat kami pergi mulai
mencari bahan untuk membuat atribut dan mencari barang-barang yang harus kami
bawa pada waktu inisiasi.
Saya ingat
ketika kami diminta membawa salah satu merek mie instan rebus rasa ayam bawang,
namun karena sulit mencarinya ada salah seorang teman kami yang entah sengaja
atau tidak dia menuliskan dengan label harga yang dia tempelkan pada bungkus
mie tersebut bertuliskan “Mie Nissin rebus rasa ayam bawang” padahal mie yang
dia dapatkan bukan mie rebus melainkan mie goring meskipun rasanya sama. Selain
itu ada yang membawa batangan kayu secang seperti gagang centhong (sendok nasi)
padahal kami diminta membawa secang serut bukan batangan kayu secang semacam
itu. Pada hari terakhir yaitu hari jumat kami menginap disekolah, kmai diminta
membawa perlengkapan mandi masing-masing, membawa koran dengan tanggal tertentu
sebagai alas tidur. Sampai hari terakhir inisiasi tersebut dari sekitar 200-an
siswa yang membuat atribut hanya 1 orang yang berhasil membuatnya dengan benar.
Jadilah yang lainnya disuruh push up dengan aba-aba dari panitia. Waktu mandi
pun tiba kami yang sudah dibagi dalam kelompok-kelompok kecil disebar di
berbagai penjuru sekolah yang ada kamar mandinya. Karena begitu banyak orang
jadi waktu mandi sangat dibatasi hanya beberapa detik saja, itu juga yang
mengahruskan mandi bisa secara bersamaan 2 orang. mungkin karena itu pula
banyak barang yang tertinggal dikamar mandi, mulai dari sabun, sikat gigi,
sampai CD(celana dalam). Barang-barang tersebut ditunjukkan sewaktu kami
berkumpul diaula setelah mandi dengan bertujuan untuk mencari tau siapa yang
punya, namun mungkin karena malu tidak ada satupun yang mengaku. Berbagai kejadian lucu dan bisa dibilang
konyol banyak terjadi juga selama seminggu kami inisiasi. Malam setelah doa malam kami tidur dibagi
dalam kelompok-kelompok kami di tiaptiap kelas dengan beralaskan koran yang
kami bawa. Tengah malam sewaktu kami tertidur tiba-tiba kami dibangunkan untuk
mencari wali kelas kami masing-masing dan berkumpul dengan teman sekelas untuk
renungan malam dan setelahnya kami tidur lagi. Pagi harinya jam 04.00 subuh
kami dibangunkan dan diminta hanya mengenakan celana pendek tanpa baju bertelanjang
dada(bahasa jawanya “ngligo”) lengkap dengan perisai atribut yang kami buat dan
pakai selama inisiasi. Kami dikumpulkan dilapangan sekolah untuk olahraga pagi.
Udara yang dingin membuat gigi kami beradu karena menggigil kedinginan. Senam
pun dimulai dan sebagai penutup olah raga pagi kami diminta berbaring diatas
rumput lapangan yang basah karena embun pagi lengkap sudah semakin membuat kami
semain menggigil kedinginan. Setelah olahraga selesai kami diminta satu persatu
maju dan memasukkan atribut perisai yang kami pakai kedalam sebuah tong yang
yang sudah dinyalakan api didalamnya untuk mebakar atribut tersebut sebagai
tanda kami telah lulus inisiasi. Setelah acara bakar-bakaran itu selesai kami
langsung disiram air oleh pastur pamong kami dengan selang diikuti oleh para
panita lambang kami dibaptis dan telah menjadi bagian dari keluarga SMA Kolese
De Britto.
Saya sempat
berpikir di awal untuk apa sih kegiatan semacam ini dilakukan? Untuk ajang
balas dendam para kakak kelas kepada siswa baru? Kalau untuk itu saja kenapa
acara seperti ini tetap terus diadakan? Namun seiring berjalannya waktu
inisiasi saya mulai mendapat jawaban untuk apa tradisi disekolah kami ini terus
dipertahankan. Saya menyadari dari inisiasi tersebut karakter para siswa De
Britto mulai dibentuk, dengan berbagai tugas dan jumlahnya yang cukup banyak
kami dilatih untuk bisa berpikir cepat untuk bisa menyelesaikan tugas yang cukup
banyak yang diberikan kepada kami, dilatih untuk bisa membuat strategi untuk
bisa menyiasati bagaimana menyelsaikan tugas yang banyak namun dalam waktu yang
singkat, dilatih untuk bisa bekerja sama dengan orang lain. Bahkan sampai
sekarangpun hal itu tertanam terus dalam hidup saya. Saya merasa bersyukur bisa
masuk di sekolah tersebut dan mengikuti inisiasi karena disanalah saya belajar
berbagai hal terutama mengenai kehidupan bermasyarakat, bersosialisasi.Banyak
sekali manfaat dari inisiasi yang bisa saya ambil dari sana. Mungkin kalau saya
tulis semua tidak akan ada habisnya. Mungkin nanti di tulisan yang lain saya
akan coba kupas beberapa diantaranya serta apa pengaruhnya terhadap hidup saya.
0 comments:
Post a Comment